Sudah dua pesanan yang kutolak minggu ini,
bukan tanpa alasan, memang jika orderan ini aku terima, keuntungan finansial
yang kuperoleh sangat besar, namun sang pemesan hanya bersedia membayar uang
muka 25 %, tak lebih, padahal aku menghendaki paling tidak 35% dari total harga
pesanan.
Bukannya aku tak mau ambil risiko, akan
tetapi aku tak punya modal untuk memproduksi pesanan mereka, 35% itu sudah
menutup modal bahan baku dan ongkos kerja teman-teman yang membantuku. Juga
bukannya aku tak percaya kepada para pemesan, walaupun saya sempat sekali
tertipu oleh salah satu customer yang kabur dan tidak mau melunasi ongkos
pesanan dan baru membayar DP saja, namun itu sudah risiko dari bisnis. Nah
untuk mengurangi risiko itu maka minimal saya sudah kembali modal dari uang
muka yang dibayar para pemesan.
Berbisnis furnitur memang termasuk minim
risiko, namun kadang sulitnya permodalan menjadikan para pemain bisnis kelas
menengah ke bawah seperti saya kesulitan dalam melayani pesanan, padahal
pesanan itulah jalan untuk memperbesar bisnis ini. Tawaran kredit dari Bank
pemerintah dengan cicilan ringan dan bunga rendah jelas saya tolak, sejak saya
paham tentang betapa besar dosa riba yang harus saya tanggung.
Padahal dengan modal pinjaman bank itu
sebenarnya saya bisa memenuhi banyak pesanan, dan soal cicilan itu soal
gampang, karena keuntungan yang saya peroleh sangatlah besar. Saya memang
pernah beberapa kali meminjam kredit ringan Bank, dan dengan mudahnya saya
membayar cicilan bulannya, tak pernah sekalipun saya merasakan berat membayar
cicilan hutang plus bunganya, namun sekali lagi setelah saya sadar haramnya
Riba, saya selalu berpikir bisnis itu bukan soal uang, untung atau rugi, tapi
soal surga dan neraka.
Beberapa rekan sesama pemain bisnis
furnitur mengatakan kalau saya itu bodoh apa bagaimana, masa bantuan permodalan
kredit ringan Bank yang sebenarnya adalah program pemerintah saya tolak. Tapi
sekali lagi, saya berusaha memegang prinsip ini.
Di daerahku pun belum pernah saya menemui ada orang yang bangkrut, hancur dan kembali ke titik nol gara-gara hutang riba, semuanya terlihat baik-baik saja, bahkan banyak yang sukses.
Kadang saya merasa iri dengan salah
seorang teman saya yang kini sukses, asetnya dimana-mana, mobil pun selalu
update yang baru. Penampilannya bagai bos, tiap hari yang diposting di Facebook
adalah soal kesuksesan dan kegiatan wisata kulinernya.
Padahal dia membangun bisnisnya dengan
cara Riba, saya tahu betul dia langganan kredit perbankan. Namun dalam hal
pembayaran cicilan per bulannya dia selalu bisa, seolah itu hal gampang, semua
keuntungan usahanya bisa ia sisihkan untuk membayar berbagai cicilan, mulai
dari kredit usaha, kredit mobil, bahkan KPR di Perumahan Elit di kotaku.
Cerita tentang orang yang hancur-hancuran
akibat riba, bangkrut dan kembali ke titik nol, jauh dari sosok dia, ya saya
pastikan dia orang sukses secara finansial. Omset usahanya pun milyaran, dan
tak hanya satu tapi banyak. Ada beberapa usaha yang dia jalani dan menghasilkan
banyak uang bagi dia.
Kehidupan rumah tangganya pun terdengar
baik-baik saja, tak pernah saya dengar dia bertengkar dengan istri atau
istrinya selingkuh atau dia sendiri yang main serong dengan wanita lainnya.
Anak-anaknya juga sehat-sehat dan cerdas, kemarin saja anaknya yang pertama
kelas 5 SD meraih juara kelas bahkan nilai terbaik di kotaku.
Sering dia menemuiku, menceritakan
bagaimana dia dengan mudahnya meraih kesuksesan saat ini, bahkan dia
menceritakan bahwa sama sekali ia tak pernah mengalami apa itu kerja keras
dalam meraih mimpi-mimpi finansialnya, semua berlalu begitu saja, mudah dan
seperti membalikkan telapak tangan. Semua cicilan kredit Bank, kredit mobil,
kartu kredit, KTA dan lainnya ia bayar dengan mudah, semudah saya membeli
gorengan di warung. Bahkan ia berencana menjual mobilnya yang baru setahun ia
beli, untuk uang muka membeli mobil baru lagi. Gila bener...
Dan orang-orang seperti dia di kotaku
cukup banyak. Kadang saya berpikir, mana buktinya orang bisa hancur dengan
riba, buktinya ini salah satu temanku malah bisa sukses dengan mudahnya dengan
riba. Sedangkan saya harus kerja keras pontang panting kekurangan modal untuk
memenuhi pesanan, apakah Allah tidak adil?. Bagaimana mungkin Dia malah mempermudah
segala urusan orang yang menantang syariat-Nya?.
Namun alhamdulillah, semua itu tak membuat
prinsipku goyah, bagaimana pun riba tetaplah haram, lebih baik hidup sederhana
yang penting cukup daripada hidup bergelimang harta karena riba. Biarlah kerja
kerasku ini sebagai ibadah, sebagai saksi di akhirat kelak bahwa aku
benar-benar hidup tanpa riba.
Memang sistem ekonomi Kapitalisme yang
salah satu pilar utamanya adalah riba bukanlah habitat hidup kaum muslimin yang
ingin taat kepada Allah SWT. Aku sadar bahwa Kapitalisme yang saat ini
menguasai dunia harus segera diakhiri karena sudah terbukti banyak
menyengsarakan manusia. Meninggalkan salah satu pilarnya yaitu riba adalah
salah satu cara untuk memerangi Kapitalisme itu sendiri.
Baca Juga : Dahsyat Rumah DP 0% dan Bunga 0% di Bogor, dapatkan promonya